Rabu, 25 Desember 2013

ASILAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA JAWA TENGAH



ASILAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA JAWA TENGAH
 DI PONDOK PESANTREN AL FALAH BAKALAN KALINYAMATAN JEPARA
 SENIN KLIWON, 6 JANUARI 2014 M – 4 RABI’UL AWWAL 1435 H



1.ABRASI REKLAMASI PESISIR PANTAI
Deskripsi masalah:
     
Dalam pengertian umum abrasi adalah pengikisan pinggiran daratan (pantai) oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi merupakan penyempitan daratan oleh air laut. Abrasi sering disebut juga erosi laut (wikipedia). Abrasi terjadi karena 2 (dua) faktor, gejala alam dan ulah manusia, namun ulah manusia sering disebut sebagai penyebab utama terjadinya abrasi.
    Abrasi yang terjadi karena gejala alam misalnya naiknya permukaan air laut (pasang) akibat gaya tarik bulan atau mencairnya gunung es, hembusan angin kencang, bencana alam dan lain sebagainya.
Abrasi yang disebabkan ulah manusia misalnya kegiatan yang dilakukan manusia di sekitar pantai seperti penggunaan alat-alat berat atau pembangunan proyek di sekitar pantai tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan, pengerukan material di sekitar pantai dan dasar laut, aktifitas penambangan, dan lain-lain.

    Disisi lain pengurugan pantai juga kerap dilakukan untuk memperluas daratan guna keperluan bisnis, perumahan, wisata maupun lainnya. Dampak positif dari kegiatan ini disamping mendapatkan tambahan daratan buatan sehingga bisa dimanfaatkan untuk berbagi hal diatas, daerah tersebut juga menjadi aman terhadap erosi karena konstruksi pengaman sudah disiapkan sekuat mungkin untuk menahan gempuran ombak laut, sehingga daratan yang ketinggiannya dibawah permukaan air laut menjadi aman teradap banjir air laut (rob). Namun dampak negatifnya juga sangat terasa yaitu munculnya peninggian muka air laut karena area yang sebelumnya berfungsi sebagai kolam telah berubah menjadi daratan, akibatnya daerah pantai lainnya rawan tenggelam, atau setidaknya air asin laut naik kedaratan sehingga tanaman banyak yang mati, area persawahan sudah tidak dapat difungsikan untuk bercocok tanam, hal ini kerap terjadi di wilayah pedesaan pinggir pantai. Aktifitas ini juga berdampak pada musnahnya tempat hidup hewan dan tumbuhan pantai sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu apabila dilakukan dalam jumlah besar maka dapat mempengaruhi perubahan cuaca serta kerusakan planet bumi.

Pertanyaan:
a.  Bagaimana hukum melakukan pengerukan material pantai dan laut untuk kepentingan komersial, penambangan (eksploitasi) yang dapat merusak lingkungan (longsor)?
    
b.  Bagaimana melakukan pengurugan pantai untuk berbagai kebutuhan diatas yang diduga dapat menyebabkan abrasi atau kerusakan lain?
   
c.  Bagaimana hukum memberi perijinan untuk dua kegiatan diatas?
d.  Jika terdapat kerugian akibat dari dampak yang ditimbulkan bolehkan meminta ganti rugi?
     (ASILAH DARI PC NU KAB. JEPARA)



2. WALI NIKAH 

Deskripsi masalah:
Wali merupakan sala satu rukun nikah. Dalam fiqh syafi’iyyah seseorang dapat menjadi wali nikah harus memenuhi beberapa syarat yang diantaranya ialah baligh. Tanda baligh adalah keluar darah haid atau nifas bagi bagi wanita, keluar mani dalam usia minimal 9 tahun bagi pria dan wanita, telah sempurna umur 15 tahun jika belum mengalami hal tersebut diatas.
Kriteria baligh tersebut berbeda dengan kriteria baligh yang terdapat pada Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 11 tahun 2007 tentang pencatatan nikah bab IX pasal 18 ayat 2 sub c yang berbunyi: “Baligh berumur sekurang-kurangnya 19 tahun” . Berdasarkan PMA tersebut jika wali nikah  berumur kurang dari 19 tahun maka tidak mencukupi sebagai wali nikah meskipun telah mengeluarkan mani dan hak wali nikah diberikan kepada wali ab’ad.

Pertanyaan:
a.  Bagaimana tinjuan fiqh tentang PMA nomor 11 tahu 2007 diatas?
b.  Bagaimana hukum melaksanakan isi dari PMA tersebut?
c.  Bagaimana hukum akad nikah dengan wali ab’ad atau wali hakim sementara terdapat wali aqrab berumur kurang dari 19 tahun?
     (ASILAH DARI PCNU KAB. GROBOGAN)



3. MASJID DAN PERMASALAHANNYA

Deskripsi masalah:

Isu pengambilalihan masjid-masjid yang didirikan oleh warga Nahdlatul Ulama oleh ormas lain menjadi satu permasalahan serius yang ditangani ole PBNU beberapa waktu lalu.
Pengambilalihan yang dimaksud berbentuk penggantian para takmir masjid yang sebelumnya diisi oleh Nahdliyyin dan penggantian tradisi ritual keagamaan khas NU, lalu muncullah gerakan penyelamatan masjid NU di berbagai daerah. Bentuk gerakan penyelamatan masjid NU tersebut berbeda-beda di setiap daerah, mulai dari gerakan papanisasi, pengambilalihan kembali, pembenahan internal kepengurusan hingga ditetapkannya berbagai peraturan masjid.
Di suatu daerah terdapat sebuah masjid yang dikelola oleh Nahdliyyin. Salah satu peraturan yang disepakati adalah “Semua muslim dipersilakan melakukan ibada sholat di mesjid dengan bebas, tetapi tidak diperbolehkan menjadi Imam sholat tanpa izin dari pihak Nadzir”.

Pertanyaan:
a.  Apakah peraturan tersebut dapat dibenarkan secara fiqhy?
b.  Bagaimana hukum menjadi Imam  sholat tanpa ada izin?
c.  Bagaimana hukum sholatnya?
d.  Bagaimana hukum sholat para jamaah yang bermakmum?
     (ASILAH DARI KAB. SRAGEN)



4. TERJEMAH AL QURAN

Deskripsi masalah:
     Sebagaimana telah maklum bahwa dalam memahami ayat atau hadits sifat (Allah) para ulama Ahlussunnah berbeda pendapat. Generasi salaf membiarkan apa adanya tanpa takwil tafsil, cukup takwil ijmaly bahwa Allah SWT tidak seperti lahirnya lafazh dalam teks tersebut. Berbeda dengan generasi khalaf yang memilih mentakwil secara terperinci.
Berbagai macam alih bahasa Al Quran ke bahasa ‘ajamy tela dilakukan sejak dahulu. Hal ini dilakukan untuk mempermudah teks Al Quran bagi yang tidak memahami tata bahasa Arab.
Masalah muncul ketika alih bahasa tersebut  tidak disertai dengan tafsir atas teks yang dimaksud sehingga membuat pemahaman menjadi keliru. Sebagai contoh, dalam terjemahan surah Al Fath 10: “Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah, tangan Allah diatas tangan mereka” . Alih bahasa semacam ini dapat memunculkan faham tajsim (membendakan Allah). Begitu juga dalam terjemahan surah Al An’am 76 ”Ketika malam menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: Inilah Rabb-ku” Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: Saya tidak suka kepada yang tenggelam”. Alih bahasa semacam inipun menyisakan masalah berupa pemahaman bahwa Ibrahim AS pernah mengakui  tuhan selain Allah, hal yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang utusan Allah. Begitu juga terjemahan-terjemahan lainnya yang tidak sedikit memunculkan pemahaman yang keliru.

Pertanyaan:
a.  Bagaimana konsep terjemah Al Quran yang dibenarkan?
b.  Apakah terjemahan diatas dapat dibenarkan?
c.  Jika tidak, sebagai contoh bagaimana terjemahan yang tepat untuk dua ayat diatas?
     (ASILAH DARI PCNU KAB. BLORA)



5. MUKENA POTONGAN

Deskripsi masalah:
Dewasa ini banyak sekali dijumpai mukena dengan model potongan, bagian atas dan bawah terpisah. Motif, warna dan coraknyapun bermacam-macam, sebuah inovasi produk alat sholat guna mendongkrak penjualan dan menarik minat konsumen, karena disamping lebih praktis mukena model ini juga sangat trendy.
Pemakaian mukena jenis ini sering menimbulkan masalah, berupa terlihatnya sebagian anggota tubuh wanita saat mengangkat tangan guna melakukan takbir atau saat ruku’ jika tidak memakai baju lengan panjang.

Pertanyaan:
a.  Adakah pendapat ulama yang membolehkan terlihatnya sebagian anggota tubuh wanita (lengan tangan) dalam sholat seperti kasus diatas?
  
b.  Bagaimana hukum memproduksi mukena dengan model potongan yang berpotensi terlihatnya sebagian aurat wanita saat memakainya dalam sholat?
    
c.  Benarkah mukena warna putih lebih afdhal dibanding warna lain?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar